Latar Belakang
Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya.
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.
PEMBAHASAN
Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
a. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat
b. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
c. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”
Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang ditimbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).
Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995).
Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu : a. Kesalahan pemberian obat, b. Mengabaikan keluhan pasien, c. Kesalahan mengidentifikasi masalah klien, d. Kelalaian di ruang operasi, e. Timbulnya kasus decubitus selama dalam perawatan, f. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan pasien: contoh yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
A. Malpraktek
Pengertian Malpraktek
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
a. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah:
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya. (negligence)
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Malpraktek dalam keperawatan
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan: Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu:
a. Assessment errors (pengkajian keperawatan), termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors (perencanaan keperawatan), termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
c. Intervention errors (tindakan intervensi keperawatan)
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
3. Contoh Malpraktek Keperawatan Dan Kajian Etika Hukum
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai.
Dari kasus diatas, perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barang siapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Ayat (2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terlebih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untuk lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott
Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing; Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.
Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney: Harcourt.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar tidak diterbitkan.
Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia. FA Davis.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya.
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.
PEMBAHASAN
Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
a. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat
b. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
c. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”
Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang ditimbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).
Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995).
Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu : a. Kesalahan pemberian obat, b. Mengabaikan keluhan pasien, c. Kesalahan mengidentifikasi masalah klien, d. Kelalaian di ruang operasi, e. Timbulnya kasus decubitus selama dalam perawatan, f. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan pasien: contoh yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
A. Malpraktek
Pengertian Malpraktek
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
a. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah:
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya. (negligence)
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Malpraktek dalam keperawatan
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan: Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu:
a. Assessment errors (pengkajian keperawatan), termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors (perencanaan keperawatan), termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
c. Intervention errors (tindakan intervensi keperawatan)
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
3. Contoh Malpraktek Keperawatan Dan Kajian Etika Hukum
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai.
Dari kasus diatas, perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barang siapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Ayat (2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terlebih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untuk lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott
Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing; Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.
Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney: Harcourt.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar tidak diterbitkan.
Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia. FA Davis.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
Komentar
Posting Komentar